Teori Max Weber



Teori Max Weber
1.      Sejarah dan Sosiologi
Weber mengemukakan perbedaan antara sejarah dengan sosiologi. Menurutnya, sosiologi berusaha merumuskan konsep tipe dan keseragaman umum proses-proses empiris. Berbeda dengan sejarah, yang berorientasi pada analisis kausal dan penjelasan atas tindakan, struktur dan kepribadian individu yang memiliki signifikansi cultural. Dalam karya-karyanya Weber mengombinasi keduanya. Dengan kata lain, kita dapat memandang Weber sebagai sosiolog historis. Pemikiran Weber tentang sosiologi dibangun oleh serangkaian debat intelektual. Perdebatan ini berlangsung antara kubu positivis yang memandang sejarah tersusun berdasarkan hukum-hukum umum (nomotetik) dengan kubu subjektivis yang menciutkan sejarah menjadi sekedar tindakan dan peristiwa idiosinkratis (idiografis).
Weber percaya bahwa sejarah terdiri dari bentangan fenomena spesifik yang tiada habisnya. Tugas sosiologi adalah mengembangkan konsep-konsep ini, yang digunakan sejarah dalam analisis kausal tentang fenomena histories spesifik. Weber berusaha mengombinasikan yang spesifik dan yang umum dalam upayanya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang mengkaji hakikat kehidupan sosial yang begitu kompleks.
2.      Verstehen (Pemahaman)
Penafsiran vertstehen pada level budaya selaras dengan teori-teori skala besar (fungsionalisme structural), sementara itu pandangan pada level individu sesuai untuk teori skala kecil (interaksionisme simbolis). Seperti kita ketahui, fokus Weber pada konteks budaya dan sosial structural dari tindakan membawa kita pada pandangan bahwa verstehen adalah alat bagi analisis level makro.
3.      Kausalitas
Kausalitas menurut Weber adalah kemungkinan suatu peristiwa diikuti atau disertai peristiwa lain. Weber cukup jelas ketika membicarakan tentang isu keragaman kausalitas dalam studinya tentang hubungan antara protestanisme dengan semangat kapitalisme. Weber sebenarnya hanya ingin menyatakan bahwa etika Protestan adalah salah satu dari faktor kausal munculnya semangat kapitalisme modern. Ia menganggap protestanisme adalah satu-satunya sebab tunggal. Sama halnya menurut Weber, menganggap kapitalisme hanya dapat lahir sebagai akibat dari reformasi protestan. Yang perlu diingat dalam pemikiran Weber tentang kausalitas adalah keyakinan dia bahwa karena kita dapat memiliki pemahaman khusus tentang kehidupan sosial (verstehen), pengakuan kasual atas ilmu-ilmu sosial berada dengan pengetahuan kausal tentang ilmu-ilmu alam.
4.      Tipe-tipe ideal
Tipe-tipe ideal adalah perangkat heuristik yang digunakan dalam irisan realitas sejarah yang berfungsi sebagai alat pembanding dengan realitas empiris untuk menentukan ketidaksesuaian ataupun kemiripan, untuk menggambarkannya dengan konsep yang paling dapat dipahami secara tepat, dan untuk menentukan dan menjelaskannya secara kasual. Tipe-tipe ideal harus masuk akal di dalam dirinya sendiri, makna komponen-komponennya harus kompatibel, dan semua hal itu harus membantu kita memahami dunia riil. Ada beberapa macam tipe ideal yang weber tawarkan, yaitu : 1) tipe ideal histories, 2) tipe ideal sosiologis umum, 3) tipe ideal tindakan, 4) tipe ideal struktural.
5.      Nilai
Persepsi umum terhadap pandangan Weber adalah bahwa ilmuwan sosial tidak boleh membiarkan nilai –nilai pribadinya memengaruhi penelitian ilmiah.
    • Nilai dan ajaran
Yang Weber maksudkan disini adalah hubungan antara guru dengan muridnya atau antara dosen dengan mahasiswa. Weber dengan tegas menyatakan kewajiban guru mengontrol nilai-nilai pribadi mereka di dalam ruang kelas.
    • Nilai dan Penelitian
Weber memahami peran nilai pada aspek spesifik proses penelitian, ia berpikir bahwa mereka harus dijauhkan dari pengumpulan data penelitian secara actual. Yang dimaksud Weber adalah kita harusn menjalankan prosedur regular penelitian ilmiah, seperti pengamatan secara akurat dan perbandingan secara sistematis. Meskipun weber menentang mencampuradukkan fakta dengan nilai, ia tidak percaya bahwa nilai harus dihapuskan dari ilmu-ilmu sosial. Ia bersiap mengakui nilai menempati ruang tertentu, kendati ia mengingatkan para peneliti agar berhati-hati dengan peran nilai.
6.      Sosiologi Substantif
Dalam metodologi individualis, Weber tertarik untuk mereduksi aktivitas menjadi tindakan individu. Namun, dikebanyakan sosiologi substantifnya, Weber memfokuskan perhatiannya pada struktur skala besar (seperti birokrasi dan kapitalisme) dan tidak memberikan perhatian secara langsung pada apa yang dilakukan individu atau mengapa mereka melakukannya. Dengan ini, definisi sosiologi yang dikemukakan Weber adalah bahwa sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatiannyapada pemahaman interpretif atas tindakan sosial pada penjelasan kausal atas proses dan konsekuensi tindakan tersebut. Gabungan dari penjelasan dari awal, dapat disimpulkan bahwa sosiologi haruslah berupa ilmu, harus memusatkan perhatian pada kausalitas, dan sosiologi juga harus menggunakan pemahaman interpretif.
7.      Tindakan sosial
Dalam teori tindakannya, tujuan Weber tak lain adalah memfokuskan perhatian pada individu, pola regulitas tindakan, dan bukan pada kolektivitas. Weeber membedakan dua tipe dasar tindakan rasional.
    • Rasionalitas sarana-tujuan = tindakan yang ditentukan oleh harapan terhadap perilaku objek dalam lingkungan dan perilaku manusia lain.
    • Rasionalitas nilai = tindakan yang ditentukan oleh keyakinan penuh kesadaran akan nilai perilaku-perilaku etis, estetis, religius atau bentuk perilaku lain, yang terlepas dari prospek keberhasilannya.
    • Tindakan afektual = tindakan yang ditentukan oleh emosi aktor
    • Tindakan tradisional = tindakan yang ditentukan oleh cara bertindak aktor yang biasa dan telah lazim dilakukan.

8.      Kelas, Status, dan Partai.
Weber menyatakan bahwa situasi kelas hadir ketika ketiga syarat dibawah ini terpenuhi :
  • Sejumlah orang memiliki kesamaan komponen kausal spesirik peluang hidup mereka, selama
  • Komponen ini hanya direpresentasikan oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan barang atau peluang untuk memperoleh pendapatan, dan
  • Direpresentasikan menurut syarat-syarat komoditas atau pasar tenaga kerja.
Jadi, kelas bukanlah komunitas, melainkan sekedar sekelompok orang yang berada dalam situasi ekonomi atau situasi pasar yang sama.
Berlawanan dengan kelas, biasanya status merujuk pada komunitas, kelompok status biasanya berupa komunitas, kendati sedikit agak terbentuk. Status didefinisikan Weber sebagai setiap komponen tipikal kehidupan manusia yang ditentukan oleh estimasi sosial tentang derajat martabat tertentu, positif atau negative.
Kalau kelas hadir dalam tatanan ekonomi dan kelompok status hadir dalam tatanan sosial, partai dapat ditemukan dalam tatanan politik. Bagi Weber, partai selalu merupakan struktur yang berjuang untuk meraih dominasi. Jadi, partai adalah elemen paling teratur dalam sistem stratifikasi Weber.
9.      Struktur otoritas
  • Otoritas legal : otoritas legal dapat memiliki beragam bentuk struktural, namun bentuk yang paling menarik perhatiannya adalah birokrasi, yang ia pandang sebagai tipe paling murni dari dijalankannya otoritas legal.
  • Otoritas tradisional : otoritas tradisional didasarkan pada klaim pemimpin dan keyakinan para pengikutnya bahwa terdapat kelebihan dalam kesucian aturan dan kekuasaan yang telah berusia tua. Pemimpin dalam sistem semacam itu bukan penguasa superior, namun personal.
  • Otoritas karismatik : Weber tidak menyangkal bahwa pemimpin karismatik dapat memiliki ciri menonjol, karismanya lebih tergantung pada kelompok pengikut dan bagaimana mereka mendefinisikan pemimpin karismatik.yang krusial dalam proses inin adalah ketika seorang pemimpin dipisahkan dari orang biasa dan diperlakukan seolah-olah ia memiliki kekuatan atau kualitas supranatural, supermanusia, atau skeurang-kurangnya kekuatan tidak lazim yang tidak dapat dimiliki oleh orang biasa.
  • Karisma dan revolusi : bagi Weber, karisma adalah kekuatan revolusioner. Yang membedakan karisma sebagai kekuatan revolusioner adalah bahwa dia menyebabkan berubahnya pikiran aktor, ini menyebabkan reorientasi subjektif atau internal.
  • Organisasi karismatik dan rutinisasi karisma : minat Weber pada organisasi dibelakang pemimpin karismatik dan staf yang ada didalamnya membawanya pada pertanyaan tentang apa yang terjadi dengan otoritas karismatik ketika pemimpinya mati. Akhirnya, sistem karismatik pada dasarnya sangat rentan. Sistem ini terlihat mampu bertahan hanya selama pemimpin karismatik hidup. Bagi Weber, karisma pada dasarnya tidak stabil, ia hadir dalam bentuknya yang murni selama pemimpin karismatiknya hidup.
10.  Rasionalisasi
Tipe-tipe rasionalitas ada empat.
1.       Rasionalitas praktis yang didefinisikan sebagai setiap jalan hidup yang memandang dan menilai aktivitas-aktivitas duniawi dalam kaitannya dengan kepentingan individu yang murni pragmatis dan egoistis.
2.      Rasionalitas teoritis melibatkan upaya kognitif untuk menguasai realitas melalui konsep-konsep yang makin abstrak dan bukannya melalui tindakan.
3.      Rasionalitas substantif (seperti rasionalitas praktis, tapi tidak rasionalitas teoritis) secara langsung menyusun tindakan-tindakan ke dalam sejumlah pola melalui kluster-kluster nilai.
Rasionalitas formal, yang melibatkan kalkulasi sarana-tujuan. Meskipun seluruh tipe rasionalitas lain juga bersifat lintas peradaban dan melampaui sejarah, rasionalitas formal hanya muncul di Barat seiring dengan lahirnya industrialisasi

Komentar

Postingan Populer