Variasi Teori Neo-Marxis
Variasi Teori Neo-Marxis
1. Determinisme Ekonomi
Dalam
pemikiran – pemikirannya Marx menganggap bahwa sistem ekonomilah yang sangat
penting dan menegaskan sitem ekonomi menentukan semua sector masyarakat. Sector politik, agama dan sebagainya tak bisa
terlepas dari sistem ekonomi, semuanya dipengaruhi oleh sector ekonomi.
Para
pemikir Marxis yang meyakini determinisme ekonomi, kapitalisme akan mengalami
kehancuran pada saatnya nanti. Penyebab kehancuran kapitalisme adalah sistem
kapitalisme itu sendiri. Maka dari itu determinisme ekonomi diharapkan mampu
menemukan proses kerja itu.
“tak
terelakkan dalam arti bahwa pencipta yang meningkatkan teknik produksi dan
dengan hasrat mencari keuntungan kapitalis telah merevolusionerkan seluruh
kehidupan ekonomi, dan juga tak terelakkan pula bahwa buruh akan menuntut
perpendekan jam kerja dan kenaikan upah, bahwa mereka mengorganisir diri untuk
bertarung melwan kelas kapitalis dalam rangka memperjuangkan nasib mereka, dan
tak terelakkan pula bahwa mereka bertujuan merebut kekuasaan politik dan
menggulingkan kekuaasaan kapitalis. Sosialisme adalah sesuatu yang tak
terelakkan, karena perjuangan kelas dan kemenangan proletariat pun tak
terelakkan” (Kautsky, dikutip dalam Agger, 1978:94).
Struktur
ekonomi kapitalisme yang menentukan cara berpikir dan bertindak individu
menjadi elemen penting dalam teori mereka. Namun penafsiran ini banyak
menimbulkan pertanyaan karena tidak konsisten dengan pemikiran Marx. Mengapa
individu harus bertindak jika sistem kapitalis akan remuk karena kontradiksi
structural di dalam dirinya sendiri?
2. Marxisme Hegelian
Banyak
menuai kecaman, determinisme ekonomi mulai memudar perannya dan sejumlah
teoritisi beralih untuk mengembangkan teori Marxian yang lainnya. Sebagian dari
mereka memilih kembali ke akar Hegelian dari teori Marx dalam meneliti orientasi subyektif untuk
melengkapi kekuatan analisis Marxis yang lebih menekankan pada pada tingkat
obyektif material. Sejumlah pemikir seperti Georg Lukacs dan Antonio Gramsci
menjadi penganut aliran ini.
a.
Georg
Lukacs
Gagasan
– gagasannya yakni tentang Reifikasi dan Kesadaran Kelas dan Kesadaran Palsu.
-
Reifikasi
Ia
memperluas dan mengembangkan teori ekonomi Marxis tentang reifikasi dengan
menyatakan bahwa komoditi yang berbentuk barang dan berkembang menjadi obyek
menjadi basis hubungan antar individu. Dalam masyarakat kapitalis, interaksi
manusia dengan alam yang menghasilkan komoditi (Fried chicken, mobil, gas
elpigi,dll.) Tetapi tanpa disadari manusia tak mampu melihat fakta bahwa
sebenarnya merekalah yang menghasilkan komoditi dan memberikan nilai. Nilai
justru mereka pahami sebagai produk pasar, terlepas dari aktor.
Perbedaan
antara Marx dengan Lukacs terkait komoditi, jika Marx terbatas penerapannya
pada lembaga ekonomi saja. Sedangkan konsep Lukacs tentang reifikasi diterapkan
terhadap seluruh masyarakat, Negara, hukum dan sector ekonomi. Konsep ini dapat
diterapkan secara dinamis dalam semua sector masyarakat kapitalis.
-
Kesadaran
Kelas dan Kesadaran Palsu
Kesadaran
kelas adalah sifat sekelompok orang yang secara bersama menempati posisi yang
sama dalam sistem produksi, antara kelompok borjuis dengan kelompok
proletariat.
Sedangkan
kesadaran palsu adalah kepentingan kelas – kelas mereka yang sebenarnya tanpa
mereka disadari. Contoh, hingga tahap revolusioner, anggota kelas proletariat
belum menyadari sepenuhnya penindasan yang mereka alami akibat dari sistem
kapitalis.
Ia
menyimpulkan “dalam masyarakat yang seluruh hubungan sosialnya berdasarkan
basis ekonomi tak mungkin tercipta kesadaran kelas.” Ia berharap setidaknya
mereka menyadari ketidaksadaran mereka. Akibatnya “Kesadaran kelas tercapai
pada titik di mana ia dapat menjadi sadar.” Pada tahap ini terjadi pertarungan
ideology antara pihak yang berupaya menyembunyikan ciri masyarakat yang berkelas
dan pihak yang berusaha memperlihatkannya.
b.
Antonio
Gramsci
Ia
hadir dengan konsep hegemoni, sebagai kepemimpinan cultural yang dilaksanakan
oleh kelas penguasa. Ia membedakan hegemoni dari penggunaan paksaan yang
digunakan oleh kekuasaan legislative atau eksekutif yang diwujudkan melalui
intervensi kebijakan. Ia menekankan pada hegemoni dan kepemimpinan cultural.
Menurutnya revolusi masih belum cukup untuk mengendalikan sistem ekonomi dan
pemerintahan, masih perlu mendapatkan kepemimpinan cultural.
3.
Teori
Kritis
Teori
kritis adalah produk sekelompok neo-Marxis Jerman yang tak puas dengan keadaan
teori Marxian, terutama tentang determinisme ekomnomi.
Kritik Utama terhadap Kehidupan
Sosial dan Intelektual
a.
Kritik
terhadap Teori Marxian
Mereka
mengkritik determinisme yang merupakan pemikiran asli Marx, mereka juga
mengkritik neo-Marxis karena telah menafsirkan pemikiran Marx terlalu
mekanistis. Mereka tidak menganggap determinisme itu salah, tetapi alangkah
lebih baik jika memusatkan perhatian pada aspek kehidupan yang lain, terutama
aspek cultural.
b.
KritikTerhadap
Positivisme
Kritik
terhadap positivisme berkaitan dengan determinisme ekonomi, karena beberapa
pemikir determinisme ekonomi menerima sebagian atau seluruh teori positivisme
tentang pengetahuan. Positivisme menerima gagasan bahwa metode ilmiah tunggal
dapat diterapkan pada seluruh bidang studi.
c.
Kritik
Terhadap Sosiologi
Sosiologi
dikritisi karena “keilmihannya” yang menjadikan metode ilmiah sebagai tujuan di
dalam dirinya sendiri. Sosiologi juga dituduh telah menerima status quo. Mereka
berpandangan bahwa sosiologi tak serius mengkritik masyarakat, tak berupaya
merombak struktur sosial dan melepaskan kewajibannya untuk membantu rakyat yang
tertindas.
d.
Kritik
terhadap Masyarakat Modern
Jika
kebanyakan teori Marxian secara tegas mengkritisi sistem ekonomi pada
masyarakat modern. Aliran kritis menggeser kritiknya ke tingkat cultural,
karena kultur dianggap sebagai realitas masyarakat kapitalis modern. Dalam
masyarakat modern dominasi ekonomi telah bergeser ke bidang cultural. Mereka
lebih memusatkan perhatian pada penindasan cultural atas individu dalam
masyarakat.
e.
Kritik
terhadap Kultural
Mereka
mengkritik apa yang disebut dengan “industry cultural”, yakni struktur yang
dirasionalkan dan dibirokratiskan (misalnya, jaringan televisi) yang
mengendalikan kultur modern. Industri kultur menghasilkan apa yang disebut
“kultur massa” yang didefinisikan sebagai kultur yang diatur, tidak spontan,
dimaterialkan dan palsu. Bukan merupakan sesuatu yang nyata.
4.
Sosiologi
Ekonomi Neo-Marxian
Teori
ini merupakan upaya untuk menyesuaikan teori Marxian dengan realitas masyarakat
kapitalis modern. Dalam teori ini akan dibahas Modal Tenaga Kerja dan Fordisme
ke post-Fordisme.
a.
Modal
dan Tenaga Kerja
Sistem
ekonomi tidak terlepas dari persaingan kampitalisme yang kompetitif. Industri
kapitalis relative tergolong kecil. Akibatnya tak ada industry yang
mengendalikan pasar sepenuhnya dan tanpa persaingan. Tetapi Marx juga pernah
meramalkan tentang kemungkinan munculnya sitem monopoli di masa mendatang.
-
Monopoli
Modal
Paul
Baran dan Sweezy menuduh bahwa teori Marxian telah mengalami stagnasi karena
terus berstandar pada asumsi kompetitif. Teori Marxian seharusnya menyadari
bahwa kapitalisme persaingan sebagian besar telah digantikan oleh kapitalisme
monopoliyang berarti pengendalian satu atau sedikit kapitalis terhadap sector
ekonomi tertentu. Dalam kapitalisme monopoli, kompetisi lebih sedikit dari pada
kapitalisme kompetitif.
-
Tenaga
Kerja dan Monopoli Modal
Harry
Braverman (1974) menyatakan bahwa konsep “kelas buruh” tidak
mendeskripsikan sekelompok orang atau
kelompok pekerjaan tertentu, tetapi lebih merupakan sebuah pernyataan tentang
proses pembelian dan penjualan tenaga kerja.
-
Pengendalian
Manajerial
Braverman
mengakui adanya eksploitasi ekonomi yang menjadi sasaran perhatian Marx, tetapi
ia lebih menekankan pada masalah pengendalian. “Bagaimana cara kapitalis
menegndalikan tenaga kerja yang mereka pekerjakan?” Jawabannya adalah bahwa
mereka melaksanakan pengendalian tenaga kerja melalui manajer yang bertujuan
mengendalikan di dalam perusahaan” (1974:267).
Komentar
Posting Komentar